Dua peserta meninggal dunia dalam ajang lari Siksorogo Lawu Ultra 2025, memicu sorotan tajam terhadap nama dan slogan acara tersebut. Peristiwa tragis ini menimpa Sigit Poernomo (45) asal Kemayoran, Jakarta Pusat, dan Pujo Buntoro (55) asal Karanganyar, Jawa Tengah, yang kolaps hampir bersamaan pada Minggu pagi.
Kedua peserta, yang diketahui berprofesi sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS), sempat mendapat pertolongan namun nyawa mereka tidak terselamatkan. Kejadian ini membuat publik mempertanyakan makna di balik nama ‘Siksorogo’ yang dalam bahasa Indonesia bisa berarti ‘menyiksa raga’, serta slogan ‘Capek Itu Apa’ yang dianggap ekstrem.
Klarifikasi Panitia
Menanggapi kritik tersebut, Ketua Panitia Siksorogo Lawu Ultra, Fajar Brilianto, memberikan penjelasan. Ia menegaskan bahwa nama ‘Siksorogo’ tidak boleh diartikan secara terpisah atau harfiah.
“Nama itu tidak dipisah dan jadi Siksorogo itu. Jadi itu nickname, artinya menembus batas, dan itu beda-beda,” jelas Fajar.
Menurut Fajar, ‘Siksorogo’ merupakan julukan komunitas mereka yang bertujuan untuk memacu diri agar mampu menembus batas kemampuan. Ia menekankan bahwa tidak ada niat negatif atau keinginan untuk menyengsarakan peserta.
Fajar menambahkan, “Intinya bukan mau menyengsarakan, tidak ada pikiran negatif, jadi itu merupakan nama komunitas kami untuk memacu diri. Sehingga jangan diartikan harafiah, itu nickname kita secara individu yang memiliki batas yang berbeda.”
Slogan untuk Membakar Semangat
Mengenai slogan ‘Capek Itu Apa’, Fajar menyatakan bahwa hal itu bukan dimaksudkan sebagai tantangan ekstrem, melainkan sebagai cara untuk membakar semangat para pelari.
“‘Capek itu apa’ kadang terkesan menantang, tapi maksudnya bukan itu. Misal: mas kamu lari 500 kilo apa gak capek? Dan dijawab dengan nada tidak menantang Tuhan,” terangnya.
Fajar mengakui bahwa insiden meninggalnya dua peserta berada di luar dugaan panitia, terutama karena acara tersebut dikategorikan sebagai fun run, bukan kategori ekstrem.
“Dua kejadian ini di luar ekspektasi kami. Sebab ini yang fun run, bukan yang ekstremnya,” kata Fajar.
Ia berjanji akan meningkatkan jumlah tim medis dan tim evakuasi pada penyelenggaraan tahun-tahun mendatang untuk mengantisipasi kejadian serupa. “Karena tahun ini sebenarnya kami sudah banyak sekali. Kebetulan pesertanya lebih banyak,” tutupnya.
Sebelumnya, Sigit Poernomo dilaporkan pingsan pada pukul 10.44 WIB di kilometer 12, dekat Bukit Cemoro Witis. Meskipun segera ditolong oleh petugas PMI dan marshal, nyawanya tidak dapat diselamatkan. Selang beberapa menit kemudian, pada pukul 10.55 WIB, Pujo Buntoro mengalami sesak napas di kilometer 8, dekat Bukit Cemoro Wayang. Ia sempat membaik setelah menerima bantuan oksigen, namun akhirnya juga meninggal dunia.
Sumber: Grid.id






