Menteri Sosial (Mensos) Saifullah Yusuf, yang akrab disapa Gus Ipul, belakangan ini menjadi sorotan publik menyusul pernyataannya mengenai kewajiban pengurusan izin bagi para artis dan influencer yang ingin menyalurkan donasi untuk korban bencana alam.
Pernyataan Gus Ipul muncul di tengah maraknya aksi penggalangan dana oleh sejumlah figur publik untuk membantu korban banjir dan longsor yang melanda Pulau Sumatra. Sejumlah nama besar seperti Ferry Irwandi, Denny Sumargo, Raffi Ahmad, Atta Halilintar, Praz Teguh, Zaskia Adya Mecca, dan Omesh diketahui telah menyalurkan donasi dengan jumlah yang signifikan, bahkan mencapai miliaran rupiah.
Namun, alih-alih disambut positif, permintaan Gus Ipul agar para donatur tersebut mengurus izin terlebih dahulu ke Kementerian Sosial (Kemensos) justru menuai kritik tajam dari berbagai kalangan.
Kronologi Kritik Muncul
Kritik terhadap Gus Ipul bermula ketika ia menyatakan bahwa sebaiknya para influencer meminta izin sebelum melakukan penggalangan dana bencana. Menurutnya, hal tersebut merupakan ketentuan umum yang berlaku.
“Tetapi sebaiknya kalau menurut ketentuan itu izin dulu. Ya izinnya bisa dari kabupaten, kota, atau juga dari Kementerian Sosial,” ujar Gus Ipul saat ditemui di Kantor Kemensos, Salemba, Jakarta Pusat, Selasa (9/12/2025), seperti dilansir Kompas.com.
Gus Ipul menjelaskan bahwa izin penggalangan dana dapat diperoleh dari berbagai tingkatan pemerintahan, tergantung pada cakupan wilayah kegiatan. Ia mengklaim proses perizinan tersebut tidak akan rumit.
“Kalau tingkat nasional ya, mengambilnya dari berbagai provinsi tentu izinnya harus lewat dari Kementerian Sosial. Sangat mudah izinnya ya, tentu enggak perlu rumit,” jelasnya.
Alasan dan Tanggapan Publik
Lebih lanjut, Gus Ipul memaparkan alasan di balik perlunya pengurusan izin, termasuk tuntutan penggunaan auditor profesional bagi donasi di atas Rp 500 juta. Dana di bawah nominal tersebut cukup dengan audit internal, namun tetap wajib dilaporkan ke Kemensos.
“Kalau di atas Rp 500 juta ya harus menggunakan auditor. Harus bekerja sama dengan auditor yang bersertifikat untuk juga bisa melaporkan, dapatnya dari mana saja, diperuntukkan apa saja. Kalau misalnya Rp 500 juta ke bawah itu cukup audit intern. Tapi laporannya harus diserahkan ke Kementerian Sosial,” imbuhnya.
Ia menekankan bahwa pelaporan tersebut bertujuan untuk memastikan akuntabilitas penggunaan dana sumbangan, mulai dari sumber perolehan, penerima, hingga alokasi penggunaannya. Meski demikian, Gus Ipul menegaskan bahwa Kemensos tidak membatasi niat baik siapa pun untuk berdonasi.
“Uang yang sudah dikumpulkan ini untuk apa saja, siapa yang menerima, alamatnya di mana, dan diperuntukkan untuk kepentingan apa. Saya kira dengan begitu ini adalah membiasakan diri pada kita semua untuk mempertanggungjawabkan dana publik yang sudah kita terima itu,” tuturnya.
“Jadi pada dasarnya siapapun boleh mengumpulkan donasi, siapapun, perorangan maupun lembaga. Sungguh kita mengapresiasi bagi pihak-pihak yang ingin memberikan dukungan, membantu, dan kemudian mengumpulkan dana dari masyarakat. Silahkan,” tambahnya.
Namun, pernyataan tersebut justru menuai reaksi keras dari publik. Salah satunya datang dari jurnalis senior dan aktivis lingkungan, Dandhy Dwi Laksono. Melalui akun X-nya pada Rabu (10/12/2025), ia mengkritik pernyataan Gus Ipul dengan menyebutnya “SAMPAH!!! (pun masih lebih berguna)”, seperti dikutip dari Wartakotalive.com.
Komentar Dandhy tersebut turut mendapat dukungan dari warganet yang menyayangkan sikap pejabat yang dinilai mempersulit upaya bantuan kemanusiaan. Beberapa komentar menyoroti kompleksitas birokrasi pemerintah yang dianggap lamban, sehingga masyarakat memilih bergerak mandiri.
Sumber: Grid.id






