Empat ekor gajah terlatih dikerahkan untuk membantu membersihkan puing-puing pascabanjir bandang di Pidie Jaya, Aceh. Hewan besar itu memindahkan kayu gelondongan dan material lain yang menghalangi jalan, membantu penanganan bencana di area yang sulit dijangkau alat berat.
Aksi ini dilakukan oleh Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Wilayah Sigli pada Senin (8/12/2025). Keterlibatan gajah bukanlah hal baru, mengingat pengalaman mereka membantu pasca-tsunami Aceh pada 2004 silam.
Kepala KSDA Wilayah Sigli, Hadi Sofyan, menyatakan, “Gajah terlatih yang kita bawa ini sebanyak empat ekor, dan semuanya dari PLG (Pusat Latihan Gajah) Saree. Berdasarkan pengalaman sebelumnya, termasuk saat tsunami di Aceh, kehadiran gajah sangat membantu membersihkan puing-puing.”
Namun, pelibatan gajah dalam tugas berat ini memicu protes dari sejumlah pegiat kesejahteraan hewan. Melalui akun Instagramnya, @indiradiandra, seorang animal welfare menyuarakan kekecewaan.
Ia mengunggah foto gajah yang sedang bekerja dengan tulisan tegas, “Gajah Bukan Alat Berat!”. Dalam keterangannya, ia menekankan, “Mereka adalah makhluk cerdas, sosial, dan penuh perasaan, yang justru selama ini paling terdampak ketika habitat mereka hilang dan terfragmentasi.”
Unggahan tersebut mendapat banyak dukungan dan komentar dari warganet yang juga menyuarakan kekhawatiran serupa. Akun @ssere*** menulis, “wlpun tenaganya gede tp mrka ga dirancang buat tarik benda berat ga sih? Blm lgi kasus anjing reno kmren jd bikin was was.” Sementara akun @sara*** berkomentar, “kenapa manusia pd tega2 bgt sihh.”
Peristiwa ini kembali membuka perdebatan mengenai etika penggunaan satwa liar dalam situasi darurat. Para aktivis berharap insiden ini meningkatkan kesadaran akan perlindungan habitat gajah dan kesejahteraan satwa secara umum.
Sumber: Grid.id






