Kasus korupsi selalu menjadi sorotan tajam dalam hukum dan masyarakat. Hal ini tidak terkecuali ketika kasus melibatkan pejabat pemerintahan yang harusnya bertanggung jawab atas keuangan negara. Mantan Gubernur Papua, Lukas Enembe, baru-baru ini dinyatakan bersalah dalam kasus suap dan gratifikasi. Ia telah divonis delapan tahun penjara oleh Pengadilan Negeri Tipikor Jakarta. Kasus ini mengguncang negeri dan menimbulkan banyak pertanyaan mengenai integritas dan akuntabilitas dalam pemerintahan.
Dalam dakwaan, Lukas Enembe didakwa menerima suap dan gratifikasi senilai Rp 46,8 miliar. Namun, dalam vonis yang dijatuhkan, hakim hanya mengakui adanya aliran dana sebesar Rp 19,6 miliar. Poin penting dalam kasus ini adalah fakta bahwa Lukas Enembe dianggap menerima uang suap sebesar Rp 17,7 miliar dari berbagai pihak.
Menurut hakim Dennie Arsan Fatrika, uang suap tersebut diterima Lukas dari Piton Enumbi dan Rijatono Lakka. Rincian jumlah uang yang diterima Lukas adalah sekitar Rp 10,4 miliar dari Piton dan Rp 7,2 miliar dari Rijatono. Uang ini digambarkan sebagai “hadiah atau janji” yang tidak sah dan melawan hukum.