Proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung: Potensi Balik Modal yang Lambat dan Implikasinya
- Proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung dan Potensi Balik Modal yang Lambat: Pengamat ekonomi dari CELIOS memperingatkan bahwa proyek kereta cepat Jakarta-Bandung (KCJB), yang juga dikenal sebagai Whoosh, memiliki potensi untuk lebih lama balik modal dari perkiraan awal. Potensi keterlambatan dalam balik modal ini berpotensi membebani keuangan negara.
- Harga Tiket KCJB Whoosh dan Target Penumpang: Meskipun harga tiket KCJB Whoosh belum resmi diumumkan, beberapa pejabat telah mengatakan bahwa tarifnya berkisar antara Rp250.000 hingga Rp300.000. Dengan target penumpang harian sebanyak 30.000 orang, diperkirakan proyek ini akan balik modal paling cepat dalam 40 tahun.
- Pendapatan dari Kereta Cepat Whoosh: PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC), penyelenggara proyek kereta cepat ini, berencana memperoleh pendapatan tidak hanya dari penjualan tiket kereta cepat, tetapi juga dari pengembangan bisnis di sejumlah stasiun KA cepat.
- Pembiayaan Proyek dan Penambahan Biaya: Pembangunan proyek KCJB mengalami pembengkakan biaya dan molor hingga tujuh tahun. Awalnya, proyek ini diperkirakan akan berlangsung tanpa menggunakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), tetapi kemudian memerlukan suntikan APBN.
- Penjaminan APBN: Menteri Keuangan Sri Mulyani menyatakan bahwa penjaminan APBN dapat dilakukan untuk proyek tersebut. Hal ini termasuk dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 93 Tahun 2021 dan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 89 Tahun 2023.
- Implikasi Terkait Utang kepada China: Proyek ini menggunakan pinjaman dari China Development Bank (CDB) dengan utang mencapai Rp8,3 triliun. Jika Indonesia mengalami kesulitan membayar utang, pengelolaan kereta cepat ini dapat diambil alih sepenuhnya oleh China, yang sering disebut sebagai “jebakan utang.”
- Potensi Keuntungan Jangka Panjang: Meskipun balik modal proyek tersebut mungkin memerlukan waktu yang lama, terdapat keuntungan jangka panjang seperti pengurangan emisi karbon dan pengurangan kemacetan akibat beralihnya masyarakat dari kendaraan pribadi ke kereta cepat.
- Alternatif Transportasi: Beberapa pengamat skeptis terkait pencapaian target penumpang harian 30.000 orang, mengingat sebagian besar perjalanan Jakarta-Bandung dilakukan untuk keperluan liburan atau bisnis yang tidak memerlukan perjalanan cepat. Alternatif seperti kereta api Argo Parahyangan yang lebih murah tersedia.
- Perkiraan Total Biaya Proyek: Pembangunan proyek KCJB selama tujuh tahun menelan biaya total sekitar US$7,27 miliar, setara dengan Rp112 triliun.
- Pengembangan Bisnis di Sekitar Stasiun: PT KCIC berencana mengembangkan bisnis di sekitar stasiun KA cepat, seperti perkantoran, perhotelan, dan pusat perbelanjaan. Ini juga menjadi faktor terkait dengan pencapaian Break Even Point (BEP).
- Perpanjangan Masa Konsesi: PT KCIC telah meminta perpanjangan masa konsesi kereta cepat kepada Kementerian Perhubungan, yang semula 50 tahun menjadi 80 tahun, karena perubahan perkiraan penumpang dan hilangnya pendapatan dari pengembangan kawasan di sekitar proyek.
- Perbandingan dengan Proyek Kereta Cepat di Sri Lanka: Proyek kereta cepat di Sri Lanka telah dikritisi karena utang yang besar, yang menyebabkan China mengambil alih infrastruktur utama sebagai imbalan atas utang tersebut.
- Peran Transportasi Massal: Presiden Joko Widodo menekankan bahwa yang terpenting dari pembangunan kereta cepat adalah pelayanan masyarakat dan bukan hanya masalah keuntungan atau kerugian.
- Implikasi Hubungan Indonesia-China: Utang yang besar kepada China dapat memengaruhi posisi Indonesia dalam hubungannya dengan negara adidaya tersebut, termasuk dalam isu-isu seperti Laut China Selatan dan masalah hak asasi manusia.
Demikianlah poin-poin data dan fakta terkait proyek kereta cepat Jakarta-Bandung (KCJB) dan potensi balik modal yang lambat serta implikasinya.