Indonesia untuk pertama kalinya berpartisipasi dalam pameran seni internasional bergengsi ‘100 Presepi in Vaticano’ atau ‘100 Gua Natal di Vatikan’. Keikutsertaan ini menandai sebuah pencapaian membanggakan bagi dunia seni Tanah Air, menampilkan instalasi nativitas berjudul Weaving Hopes atau Menenun Pengharapan.
Instalasi Nativitas ‘Weaving Hopes’ Curi Perhatian
Instalasi Weaving Hopes merupakan karya seniman Yogyakarta, Maria Tri Sulistyani, yang berasal dari Papermoon Puppet Theatre. Pameran ini berlangsung di Lapangan Santo Petrus, Vatikan, mulai 8 Desember 2025 hingga 6 Januari 2026. Di sana, karya Indonesia bersanding dengan 132 gua Natal dari 23 negara lain, termasuk Italia, Amerika Serikat, dan Filipina.
Instalasi berukuran 135 x 135 x 65 cm ini mengangkat kisah inspiratif para ibu penenun di Mollo, Nusa Tenggara Timur. Weaving Hopes hadir sebagai simbol harapan dan perjuangan dalam menjaga kelestarian alam serta identitas budaya. Konsep ini divisualisasikan melalui simbol tangan-tangan yang menopang dan kain tenun Mollo yang membalut Keluarga Kudus.
“Tangan ini juga melambangkan bahwa kebaikan datang jika kita mau memulainya. Bagi saya, kain tenun ini menjadi lambang perlawanan, dan juga upaya manusia untuk melawan keserakahan manusia lain,” tutur Maria Tri Sulistyani dalam keterangan resminya, Rabu (24/12/2025).
Pertunjukan Teater Boneka dan Makna Budaya
Selain dipamerkan, Weaving Hopes juga dihidupkan melalui pertunjukan teater boneka oleh Papermoon Puppet Theatre. Salah satu pementasan digelar di Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) Takhta Suci, disaksikan oleh para diplomat dan perwakilan komunitas internasional.
G. Budi Subanar, Ketua Program Doktor Kajian Budaya Universitas Sanata Dharma, mengapresiasi makna mendalam di balik karya tersebut. “Pilihan Maria untuk menggunakan kain mama-mama dari Mollo, untuk membungkus Keluarga Kudus sungguh merupakan sebuah simbol yang sangat kuat untuk sebuah solidaritas penjelmaan Yesus di Hari Natal,” ujarnya.
Delegasi Indonesia yang dipimpin oleh Nina Handoko menyatakan bahwa keikutsertaan ini adalah persembahan tulus untuk bangsa. “Kami yang berangkat ke Vatikan ini benar-benar bermodal nekat. Para performer sepakat untuk tidak meminta honor atau fee apa pun,” ungkap Nina Handoko.




