Tradisi menghias pohon Natal telah mengakar kuat dalam perayaan hari raya umat Kristiani. Namun, banyak yang penasaran bagaimana tradisi ini bermula dan berkembang hingga mendunia. Sejarahnya ternyata melibatkan perjalanan panjang dari kebudayaan kuno hingga diadopsi dalam praktik keagamaan.
Keberadaan pohon sebagai elemen ritual dan dekorasi sudah dikenal sejak zaman peradaban purba. Beragam teori pun muncul mengenai cikal bakal pohon Natal modern, dengan catatan sejarah yang banyak merujuk pada tradisi di Jerman sebagai titik awal perkembangannya.
Masyarakat Jerman pada masa lampau memanfaatkan pohon evergreen atau hijau sepanjang tahun, seperti cemara. Pohon-pohon ini kemudian dianggap memiliki makna khusus dan diadopsi ke dalam ritual keagamaan Kristen setempat, sebagaimana dilaporkan oleh Britannica.
Memasuki era Abad Pertengahan, dikenal tradisi “paradise trees” yang digunakan dalam perayaan tertentu. Pohon-pohon ini dihiasi dengan buah apel dan dipajang pada tanggal 24 Desember untuk merepresentasikan Taman Eden, sekaligus memperingati kisah Adam dan Hawa.
Seiring waktu, ornamen pada pohon-pohon tersebut mulai bertambah. Catatan sejarah menyebutkan bahwa Martin Luther adalah tokoh pertama yang menggantungkan lilin pada pohon pada abad ke-16, menandai evolusi tradisi ini.
Perlahan namun pasti, tradisi “pohon surga” ini bertransformasi menjadi bentuk pohon Natal yang kita kenal sekarang. Pada abad ke-19, tradisi ini semakin mengakar di Jerman dan menjadi bagian tak terpisahkan dari perayaan akhir tahun.
Ketika warga Jerman bermigrasi ke berbagai negara, mereka turut membawa kebiasaan unik ini. Salah satunya adalah Ratu Charlotte dari Jerman, yang menikah dengan Raja George III, turut memperkenalkan pohon Natal ke lingkungan kerajaan Inggris.
Popularitas pohon Natal di Inggris semakin meroket berkat Pangeran Albert dan Ratu Victoria. Pada tahun 1848, sebuah ilustrasi keluarga kerajaan yang sedang berkumpul di sekitar pohon Natal berhias diterbitkan di sebuah surat kabar London.
Ilustrasi tersebut sontak membuat pohon Natal dikenal luas dan mulai diadopsi sebagai tradisi keluarga di Inggris. Di Amerika Serikat, tradisi ini diyakini mulai diperkenalkan pada akhir abad ke-18 oleh pasukan Hessian.
Pada periode selanjutnya, imigran Jerman berperan penting dalam memperluas tradisi pohon Natal di Amerika Serikat. Kebiasaan menghias pohon Natal ini kemudian menyebar ke berbagai negara, dengan variasi pohon asli maupun pohon buatan yang terus berkembang, seperti dilaporkan oleh Kompas.com.
Lebih dari sekadar hiasan, pohon Natal memiliki makna mendalam. Ia menjadi simbol kehidupan abadi dan harapan, terutama di tengah musim dingin. Selain itu, menghias pohon Natal bersama keluarga menciptakan momen kehangatan yang mempererat ikatan.
Pohon Natal juga berfungsi sebagai pengingat akan kelahiran Yesus Kristus, yang dianggap sebagai cahaya penerang dunia. Berdasarkan informasi dari Tribun-Papua.com, hiasan pohon Natal awalnya terbuat dari bahan alami seperti buah, kacang, dan kerang.
Seiring perkembangan zaman, ragam hiasan pohon Natal pun semakin bervariasi, mulai dari bola kaca, lampu warna-warni, hingga berbagai karakter kartun yang menghiasi pohon tersebut.
Sumber: Grid.id






