Living

5 Tradisi Natal Unik Indonesia: Dari Rabo-Rabo hingga Bakar Batu

Advertisement

Perayaan Natal di Indonesia selalu menghadirkan keistimewaan tersendiri. Setiap daerah mempersembahkan tradisi unik yang diwariskan turun-temurun, menjadikan momen Natal lebih dari sekadar perayaan keagamaan, melainkan juga wujud kebersamaan, syukur, dan harmoni sosial.

Berbagai tradisi ini menjadi cara khas masyarakat menyambut sukacita Natal di lingkungan masing-masing. Dilansir dari Indonesia Travel, setidaknya ada lima tradisi perayaan Natal yang masih lestari hingga kini dan menjadi kekayaan budaya Nusantara.

Rabo-Rabo, Jakarta

Meskipun telah menjadi kota metropolitan, sebagian masyarakat Jakarta masih mempertahankan tradisi Natal yang berakar dari akulturasi budaya Portugis dan Betawi, yaitu Rabo-Rabo. Ritual yang telah berusia lebih dari seratus tahun ini dilakukan dengan saling mengoleskan bubuk cair di wajah.

Kegiatan ini biasanya diiringi musik Tugu Keroncong, sebagai simbol pembersihan diri menjelang Natal dan Tahun Baru. Tradisi ini menjadi saksi bisu perjalanan akulturasi budaya di ibu kota.

Bakar Batu, Papua

Di tanah Papua, tradisi Bakar Batu atau Barapen menjadi cara masyarakat mengekspresikan rasa syukur dan kebersamaan pasca Misa Natal. Prosesnya melibatkan memasak daging babi, ubi jalar, kangkung, dan pepaya di dalam lubang besar berisi tumpukan batu panas.

Memasak dengan metode ini bisa memakan waktu hingga setengah hari. Makanan ditinggalkan sementara dan baru diambil saat keluarga serta kerabat telah berkumpul, memperkuat ikatan kekeluargaan.

Meriam Bambu, Nusa Tenggara Timur

Menyambut kelahiran Yesus Kristus, masyarakat Flores, Nusa Tenggara Timur, melestarikan tradisi Meriam Bambu. Ini adalah bentuk kembang api tradisional yang dibuat dari bambu berongga.

Minyak tanah dan abu gosok dimasukkan melalui lubang kecil di bagian belakang bambu, lalu dinyalakan untuk menghasilkan bunyi ledakan yang khas. Tradisi ini lazim dirayakan di hampir seluruh Flores, terutama di desa-desa, sejak masa menjelang Natal hingga Malam Tahun Baru.

Advertisement

Wayang Wahyu, Jawa Tengah

Berbeda dari wayang pada umumnya, Wayang Wahyu menampilkan kisah-kisah dari Alkitab dan tokoh-tokoh agama Kristen, termasuk Yesus Kristus. Wayang ini lahir di Surakarta pada tahun 1959 berkat gagasan Bruder Timotheus L. Wignyosoebroto.

Terinspirasi dari pertunjukan wayang kulit yang mengangkat cerita Perjanjian Lama, misionaris Belanda ini mengembangkan media wayang untuk menyampaikan kisah keagamaan Katolik. Gagasan ini menjadi cara unik dalam berdakwah dan berbudaya.

Penjor & Ngejot, Bali

Umat Kristen di Bali tidak hanya menghias rumah dengan pohon Natal. Mereka juga memasang penjor, yaitu bambu panjang yang dihias daun kelapa muda di luar rumah. Penjor melambangkan harmoni budaya dan sosial Bali, serta tanda kemakmuran.

Selain itu, ada tradisi Ngejot, di mana hidangan rumahan diantarkan kepada tetangga, teman, dan keluarga sebagai ungkapan syukur. Tradisi ini dilakukan lintas agama di Bali, menunjukkan toleransi beragama yang telah mengakar kuat di pulau tersebut.

Kelima tradisi ini menunjukkan kekayaan budaya Nusantara dalam merayakan Natal. Setiap daerah punya cara unik untuk mengekspresikan sukacita, harapan, dan syukur. Meski berbeda, nilai kebersamaan dan toleransi tetap mengalir, menjadi kekuatan Indonesia.

Sumber: Grid.id

Advertisement