Alasan Pemukulan Guru Terhadap Siswa SMP di Buton Selatan, Ini Dampaknya

ilustrasi kekerasan

Beredar video yang menggemparkan di media sosial, menunjukkan seorang siswa SMP yang mengaku menjadi korban pemukulan oleh gurunya di sekolah. Kejadian tragis ini terjadi di Kabupaten Buton Selatan, Provinsi Sulawesi Tenggara, dan telah menimbulkan keprihatinan luas di masyarakat.

Korban kekerasan ini adalah seorang siswa SMP berinisial JM, dan terduga pelaku pemukulan adalah seorang guru mata pelajaran Penjaskes yang berinisial N. Kisah tragis ini mengungkap alasan di balik tindakan kekerasan ini, dan juga mencerminkan dampak seriusnya kasus semacam ini terhadap siswa dan pendidikan.

Bacaan Lainnya

Menurut pengakuan korban, pemukulan terjadi dalam konteks proses belajar mengajar, saat guru N melakukan pemeriksaan catatan siswa. Namun, tindakan kekerasan ini berakar pada ketidaklengkapan catatan yang dibawa JM. Menurut kata korban, ia dipukul karena catatan pelajarannya tidak lengkap.

Baca juga:Kronologi dan Fakta Insiden Pemukulan Terhadap Sopir Truk di Cilincing, Jakarta Utara

Ketidaklengkapan catatan adalah alasan yang terkesan sepele, namun dalam konteks pendidikan, kekerasan bukanlah solusi yang tepat. Siswa seharusnya dibimbing dan diberikan pemahaman yang lebih baik tentang pentingnya catatan pelajaran yang lengkap. Dalam situasi ini, guru seharusnya dapat menemukan metode pengajaran yang lebih efektif daripada tindakan kekerasan.

Aksi kekerasan ini juga menunjukkan bahwa JM bukan satu-satunya siswa yang mengalami pemukulan oleh guru. Dilaporkan ada tujuh siswa lain yang juga mengalami perlakuan serupa karena ketidaklengkapan catatan mereka. Tindakan kekerasan seperti ini jelas melanggar hak-hak dasar siswa dan memberikan dampak negatif yang sangat besar.

Kejadian lain yang tidak kalah menggemparkan adalah pemukulan yang dialami JM sebulan sebelumnya oleh guru berbeda, yaitu seorang Guru Bimbingan Konseling. Dalam kejadian sebelumnya, JM bahkan kehilangan satu gigi bagian atas karena ditampar oleh guru tersebut.

Baca juga:Kronologi dan Fakta Insiden Pemukulan Terhadap Sopir Truk di Cilincing, Jakarta Utara

Tentu saja, tindakan kekerasan semacam ini tidak dapat dibenarkan. Selain melanggar hak dasar siswa untuk mendapatkan pendidikan dalam lingkungan yang aman dan tanpa kekerasan, ini juga menunjukkan kegagalan sistem pengawasan sekolah.

Orangtua JM, La Ode Hasrudin, yang mempertanyakan tindakan tersebut, merasa sangat tidak puas dengan justifikasi pemukulan tersebut. Ia mengungkapkan bahwa jika anaknya dihukum dengan membersihkan kelas atau toilet sebagai bentuk pembinaan, itu mungkin akan diterima. Namun, tindakan pemukulan dengan kayu adalah sesuatu yang tidak bisa ditoleransi.

Baca juga:Siswa SMP di Buton Selatan Mengaku Jadi Korban Pemukulan oleh Guru

Kepala sekolah di sekolah tersebut baru mengetahui insiden pemukulan setelah peristiwa tersebut terjadi. Meskipun demikian, kepala sekolah ini belum mengambil tindakan lebih lanjut karena hanya mendengar penjelasan dari satu pihak.

Kasus semacam ini menunjukkan kebutuhan mendesak akan sistem pengawasan yang lebih ketat dalam pendidikan. Guru yang melakukan kekerasan terhadap siswa harus bertanggung jawab atas tindakan mereka, dan sistem perlu mendukung pelaporan insiden semacam ini dan mengambil tindakan tegas terhadap pelaku.

Baca juga:Kronologi Pemukulan oleh Guru Agama Akbar Sarosa terhadap Siswanya,MAS

Selain itu, penting bagi para pendidik untuk menyadari bahwa kekerasan bukanlah cara yang tepat untuk mengatasi masalah dalam pendidikan. Dalam kasus JM, ketidaklengkapan catatan pelajaran bisa diselesaikan dengan metode pengajaran yang lebih baik, seperti memberikan pemahaman yang lebih baik tentang pentingnya catatan pelajaran yang lengkap.

Kejadian ini adalah pengingat yang sangat penting bahwa keselamatan dan hak-hak siswa harus selalu diutamakan dalam dunia pendidikan. Kasus pemukulan guru terhadap siswa ini harus menjadi peringatan bagi semua pihak terkait untuk bekerja sama memastikan bahwa pendidikan adalah lingkungan yang aman dan mendukung bagi semua siswa. Kita harus memastikan bahwa setiap anak memiliki hak untuk mendapatkan pendidikan tanpa rasa takut dan kekerasan.