Remaja Nyelundupkan Sabu ke Lapas Kedungpane, Semarang Dengan Cara Disimpan di Balik Bungkus Kondom

ilustrasi tersangka

Sebuah berita yang mengguncang seluruh negeri telah terjadi di Lapas Kedungpane, Semarang, Jawa Tengah. Seorang remaja berinisial A (18) ditangkap dalam aksi nyelundupkan sabu yang direncanakan untuk digunakan oleh narapidana di dalam penjara. Skandal ini melibatkan upah besar, komunikasi dengan dunia luar, dan pengungkapan misteri di balik bungkus kondom yang mencurigakan.

Kisah tragis ini bermula saat seorang narapidana yang di dalam penjara, yang akan kita sebut ASK, memesan sabu dari dunia luar. Komunikasi dilakukan melalui telepon yang berhasil diselundupkan ke dalam Lapas Kedungpane Semarang. Si remaja, A, merupakan salah satu kurir yang ditawari upah besar, mencapai Rp2,5 juta, untuk membawa sabu tersebut ke dalam penjara.

Baca juga:Saiful Jamil Berikan Dukungan dan Pesan Bijak untuk Sahabatnya, Lina Mukherjee, di Lapas Merdeka Palembang

Kepala Diresnarkoba Polda Jateng, Kombes Pol Muhammad Anwar Nasir, menjelaskan bahwa ASK adalah seorang narapidana yang berkomunikasi dengan A melalui handphone. Rencananya, sabu-sabu tersebut akan digunakan bersama-sama oleh para narapidana di dalam penjara. Ini menjadi skandal besar karena menunjukkan bahwa perdagangan narkoba telah merambah ke dalam sel tahanan.

“Yang membuat kejadian ini semakin menghebohkan adalah fakta bahwa ASK, seorang narapidana, berhasil memesan narkoba dari luar penjara. Ini mengungkapkan celah besar dalam sistem keamanan penjara,” ujar Kombes Pol Muhammad Anwar Nasir.

Komunikasi antara ASK dan A melibatkan satu handphone yang dimiliki oleh narapidana di dalam penjara dan satu handphone yang ditemukan bersama A. Rencananya, sabu-sabu tersebut akan diselundupkan ke dalam penjara, dan ini menimbulkan pertanyaan serius tentang bagaimana narkoba bisa begitu mudahnya masuk ke dalam penjara.

Baca juga:Keterlibatan Zul Zivilia Terkait Kasus Tindak Pidana Narkoba Fredy Pratama

Kepala Satuan Pengamanan Lapas Semarang, Supriyanto, menjelaskan bahwa saat A digeledah oleh petugas Lapas Kedungpane Semarang dan Polwan Polda Jateng, ditemukan barang mencurigakan yang dibungkus dalam kondom perempuan. Namun, apa yang terjadi selanjutnya mengungkapkan kebenaran yang lebih mengejutkan.

“A setuju untuk membuka bungkusan tersebut, dan di dalamnya kami menemukan tiga bungkusan plastik klip yang dililit dengan lakban warna biru. Setelah diperiksa, isi klip tersebut diduga kuat sebagai narkoba jenis sabu, dan hasil penimbangan menunjukkan berat bruto 16,13 gram,” ungkap Supriyanto.

Menurut penyidik, pelaku bersedia menjadi kurir karena tergiur dengan upah yang sangat besar yang ditawarkan. Dengan ditangkapnya A, penegakan hukum telah mengungkap sebagian dari jaringan penyelundupan narkoba ke dalam penjara. Tidak hanya itu, dua rekannya, DR dan DA, yang awalnya hanya sebagai saksi, akhirnya juga ditetapkan sebagai tersangka karena terlibat dalam aksi penyelundupan ini.

Baca juga:data dan fakta terkait hubungan Zul Zivilia dengan Fredy Pratama

Kasus ini bukan hanya masalah hukum, tetapi juga mengungkapkan kerentanannya sistem penjara terhadap penyelundupan narkoba. Penegakan hukum perlu meningkatkan keamanan dan pengawasan di dalam penjara untuk mencegah insiden serupa terjadi di masa depan. Semua pihak perlu bersatu untuk mengatasi ancaman serius ini, dan kejadian ini harus menjadi pelajaran berharga tentang perlunya penegakan hukum yang ketat di dalam sistem penjara.

Skandal penyelundupan sabu ke dalam Lapas Kedungpane adalah cerminan dari perjuangan panjang dalam perang melawan narkoba yang belum usai. Kita harus terus berupaya untuk memberantas peredaran narkoba di semua tingkatan masyarakat, termasuk di dalam penjara. Keberhasilan menangkap A dan rekannya harus menjadi momentum untuk mengintensifkan upaya pencegahan dan penegakan hukum yang lebih ketat, sehingga kasus serupa tidak akan terulang di masa depan. Penegakan hukum harus mengambil tindakan tegas terhadap siapa pun yang mencoba memasukkan narkoba ke dalam penjara, sehingga penjara tetap menjadi tempat pemulihan dan bukan tempat penyebaran kejahatan.