Artis dan penyanyi Sherina Munaf menyuarakan kemarahan dan keprihatinannya atas penggunaan gajah Sumatra sebagai alat berat untuk membersihkan gelondongan kayu pascabanjir di Kabupaten Pidie Jaya, Aceh. Ia menilai tindakan tersebut tidak etis dan mengajukan tiga poin solusi kepada Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Aceh.
Viralnya video yang menunjukkan gajah-gajah dikerahkan untuk memindahkan puing kayu yang menutup pemukiman warga memicu reaksi keras dari Sherina. Melalui cuitannya, ia secara tegas menyatakan bahwa “Gajah Bukan Alat Berat!” dan melayangkan protes tertulis yang ditujukan kepada BKSDA Aceh.
Sherina Munaf, yang dikenal sebagai penyanyi, aktris, dan penulis lagu, lahir pada 11 Juni 1990. Ia memulai kariernya di industri hiburan Tanah Air sejak usia muda dengan album “Andai Aku Besar Nanti”. Puncak popularitasnya diraih melalui film “Petualangan Sherina” yang menjadi salah satu film anak tersukses di masanya.
Setelah sempat vakum untuk melanjutkan pendidikan, Sherina kembali aktif di dunia musik pada tahun 2007 dengan album dewasa pertamanya, “Primadona”. Ia juga terus produktif di dunia seni peran, membintangi film-film seperti “Wiro Sableng 212” dan sekuel “Petualangan Sherina 2”.
Kecaman Terhadap Penggunaan Gajah
Dalam keterangannya yang diunggah, Sherina menyampaikan apresiasi terhadap inisiatif dan kepedulian masyarakat sipil dalam penanganan bencana. Namun, ia mengkritik keras penggunaan gajah sebagai tenaga pembersih.
“Negara, pemerintah seharusnya bersyukur masyarakat sipilnya punya inisiatif, kepedulian dan jiwa kemanusiaan sebesar ini. Ini nilai plus sebuah negara lho. Gotong-royong bahu membahu dan sat set bergerak,” tulis Sherina.
Ia menambahkan, “Kami menyampaikan keprihatinan mendalam atas penggunaan gajah untuk membantu pembersihan jalan pasca bencana di Aceh. Namun, gajah bukan alat berat. Mereka adalah makhluk cerdas, sosial, dan penuh perasaan, yang justru selama ini paling terdampak ketika habitat mereka hilang dan terfragmentasi.”
Sherina mengajukan tiga poin solusi kepada BKSDA Aceh. Pertama, memprioritaskan penggunaan alat berat resmi dari instansi terkait seperti BPBD, PU, atau TNI. Kedua, melibatkan relawan dan organisasi kemanusiaan dalam proses pemulihan. Ketiga, BKSDA diharapkan fokus pada pemulihan habitat gajah dan mitigasi konflik antara manusia dan satwa liar.
“Kami yakin BKSDA Aceh memiliki niat baik yang sama: menyelamatkan sebanyak mungkin nyawa dan memulihkan daerah terdampak secepat mungkin. Karena itu, kami berharap rencana ini dapat ditinjau kembali demi kebaikan seluruh makhluk yang terdampak,” tutup Sherina dalam surat terbukanya.
Sumber: Grid.id






