Dokter Tirta angkat suara setelah dua peserta meninggal dunia dalam ajang Siksorogo Lawu Ultra 2025. Ia mengawali pernyataannya dengan menyampaikan belasungkawa mendalam atas insiden tragis tersebut.
Sebagai seorang dokter sekaligus pelari, Tirta menilai peristiwa ini menyisakan banyak catatan penting untuk dievaluasi oleh publik. Namun, ia menegaskan bahwa penyampaiannya bukan untuk menyalahkan pihak manapun.
Pengalaman pribadi mengikuti event yang sama pada tahun 2024 membuat Dokter Tirta memahami betul karakter jalur Siksorogo yang sangat menantang. Ia merasa perlu memberikan pandangan dari dua sisi berbeda.
“Saya berbicara dari pandangan peserta sekaligus dokter agar lebih beragam perspektifnya,” jelasnya, menekankan pentingnya melihat dari berbagai sudut pandang.
Menurutnya, perspektif ganda ini krusial untuk memberikan gambaran yang lebih utuh mengenai apa yang terjadi. Ia memandang kedua sisi ini saling melengkapi.
Dokter Tirta menjelaskan bahwa peserta memikul tanggung jawab penuh atas keputusan mereka untuk mengikuti lomba ekstrem. Persiapan fisik yang memadai menjadi faktor penentu utama keselamatan.
Ia berpendapat bahwa mendaftar sebuah event tanpa latihan yang konsisten merupakan keputusan yang sangat berisiko. Hal ini yang ingin ia tekankan agar tragedi serupa tidak terulang di masa mendatang.
“Event ini sudah matang dan sudah banyak peringatan, semua keputusan dipegang oleh pendaftar,” ungkap Tirta, menegaskan otoritas keputusan ada pada peserta.
Lebih lanjut, ia menegaskan bahwa penyelenggara Siksorogo Lawu Ultra dikenal memiliki rekam jejak yang sangat berpengalaman. Bahkan, proses registrasi event tersebut mewajibkan adanya sertifikat kesehatan sebagai salah satu bentuk mitigasi risiko.
Dokter Tirta berharap agar publik dapat menghentikan saling menyalahkan pasca insiden ini. Ia berpandangan bahwa keselamatan peserta tidak bisa sepenuhnya diserahkan kepada pihak penyelenggara.
Ia menekankan bahwa memilih event yang sesuai dengan kemampuan diri adalah tanggung jawab pribadi setiap pelari. Prinsip dasar ini, menurutnya, sangat fundamental dalam dunia trail running.
“Stop saling menyalahkan, event ini sudah dilaksanakan sejak lama dan sangat matang,” ungkapnya, mengimbau untuk menghentikan polemik yang tidak produktif.
Dokter Tirta juga menyoroti aspek elevasi gain yang seringkali terabaikan oleh para peserta. Padahal, elevasi yang tinggi dapat menggandakan beban fisik secara signifikan, meskipun jarak lari terlihat relatif pendek.
Ia mengamati bahwa banyak peserta hanya berfokus pada angka jarak tempuh tanpa membaca profil jalur secara cermat. Kondisi ini kerap membuat peserta salah dalam menilai kemampuan fisik mereka sendiri.
Oleh karena itu, ia mengajak masyarakat untuk lebih memahami aspek teknis lomba sebelum memutuskan untuk mendaftar. Edukasi ini, menurutnya, sangat penting guna meminimalkan risiko terjadinya kecelakaan.
“Pilihlah event yang proper sesuai dengan kemampuan anda,” tutupnya, memberikan saran konkret kepada para pelari.
Dokter Tirta menegaskan bahwa event trail running bukan sekadar ajang olahraga biasa, melainkan sebuah tantangan fisik yang sangat berat. Peserta wajib memahami segala konsekuensi yang menyertainya sejak awal pendaftaran.
Di akhir penjelasannya, ia kembali menggarisbawahi betapa pentingnya latihan yang benar dan terukur. Ia berharap tragedi ini dapat menjadi momentum refleksi bagi seluruh komunitas pelari di Indonesia.
Sumber: Grid.id






