Persidangan kasus dugaan penggelapan dan penipuan dana investor konser TWICE yang menjerat Direktur PT Mecimapro, Fransisca Dwi Melani, memasuki babak baru. Dalam sidang lanjutan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa (9/12/2025), tim penasihat hukum terdakwa membacakan nota keberatan atau eksepsi yang menilai surat dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) cacat hukum dan tidak berdasar.
Tim kuasa hukum yang terdiri dari Adi Bagus Pambudi, Susan, dan Syamsudin Baharudin, menyatakan ada sejumlah poin krusial yang membuat dakwaan JPU tidak cermat. Keberatan utama berpusat pada ketidakjelasan lokasi kejadian perkara dan kewenangan pengadilan dalam menyidangkan kasus yang berawal dari sengketa bisnis.
Lokasi Kejadian Perkara Dipermasalahkan
Penasihat hukum Adi Bagus Pambudi menyoroti adanya kontradiksi mengenai tempat kejadian perkara (locus delicti). Perbedaan signifikan ditemukan antara Laporan Polisi dan Surat Dakwaan yang diajukan JPU.
Menurut Adi, Laporan Polisi menyebutkan peristiwa pidana terjadi di Jalan Gatot Subroto, Jakarta Selatan. “Uraian dakwaan tidak cermat dan tidak jelas karena terdapat kontradiksi tentang tempat atau locus tindak pidana terjadi. Bahwa peristiwa hukum dalam perkara a quo sangat jelas dan terang disampaikan oleh Pelapor saat membuat Laporan Polisi di Polda Metro Jaya, sebagaimana Laporan Polisi LP/B/187/I/2025/SPKT/POLDA METRO JAYA tertanggal 10 Januari 2025 adalah terjadi di Jalan Gatot Subroto, Kavling 27, RT/RW, titik koordinat Karet Kuningan, Setiabudi, Kota Jakarta Selatan, DKI Jakarta,” ungkap Adi di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa (9/12/2025).
Namun, surat dakwaan JPU justru menyebutkan lokasi kejadian berada di kantor PT Melani Citra Permata, yang beralamat di Gedung WTC 5, Jalan Jenderal Sudirman, Jakarta Selatan. “Akan tetapi, di dalam surat dakwaan, baik dakwaan pertama maupun dakwaan kedua, terjadinya tindak pidana bertempat di kantor PT Melani Citra Permata, yang beralamat di Gedung WTC 5 Lantai 3A, Jalan Jenderal Sudirman Kavling 29 sampai dengan 31, RT 8 RW 4, Kelurahan Karet Kuningan, Kecamatan Setiabudi, Kota Jakarta Selatan,” sambungnya.
Tim hukum menilai perbedaan mendasar mengenai lokasi ini membuat dakwaan menjadi kabur atau obscuur libel. Ketidakjelasan tersebut, sesuai Pasal 143 KUHAP, seharusnya membuat dakwaan batal demi hukum.
Kewenangan Mengadili Menjadi Sorotan
Poin keberatan selanjutnya disampaikan oleh Susan, S.H., yang menyoal kewenangan mengadili (kompetensi absolut). Ia menjelaskan bahwa kasus ini berawal dari perjanjian kerja sama bisnis antara terdakwa dengan pelapor, Wisnu Putra Utama (PT Media Inspirasi Bangsa), terkait penyelenggaraan acara konser TWICE.
Susan menegaskan, Pengadilan Negeri Jakarta Selatan tidak berwenang memeriksa dan mengadili perkara ini karena sudah ada kesepakatan penyelesaian sengketa. “Pengadilan Negeri Jakarta Selatan tidak berwenang memeriksa dan mengadili perkara a quo. Karena yang berwenang memeriksa dan mengadili perkara a quo adalah Badan Arbitrase Nasional Indonesia atau BANI secara keperdataan,” ujar Susan.
Kesepakatan tersebut tertuang dalam Pasal 16 kontrak kerja sama, yang menyatakan bahwa jika terjadi sengketa, penyelesaiannya harus melalui musyawarah atau Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI). Oleh karena itu, tim penasihat hukum berargumen bahwa perkara ini murni sengketa bisnis (wanprestasi) yang seharusnya diselesaikan melalui jalur perdata atau arbitrase, bukan pidana.
Tuntutan Pembatalan Dakwaan
Berdasarkan seluruh argumen tersebut, tim penasihat hukum memohon kepada Majelis Hakim untuk mengabulkan eksepsi terdakwa. Permohonan tersebut mencakup penerimaan keberatan, pernyataan bahwa Pengadilan Negeri Jakarta Selatan tidak berwenang mengadili, pembatalan surat dakwaan JPU, serta perintah pembebasan terdakwa Fransisca Dwi Melani dari tahanan dan pemulihan nama baiknya.
“Kami memohon keputusan yang seadil-adilnya, mengingat perkara ini sejatinya adalah ranah perjanjian kerja sama yang memiliki mekanisme penyelesaian sengketa tersendiri,” ujar Syamsudin Baharudin menutup pembacaan eksepsi.
Sidang akan dilanjutkan pada 15 Desember 2025 dengan agenda tanggapan JPU atas eksepsi yang diajukan pihak terdakwa.
Sumber: Grid.id






