Pada tahun 1993, Prabowo kembali ke pasukan khusus, yang kini dinamai Komando Pasukan Khusus (Kopassus). Ia diangkat menjadi komandan Grup 3/Sandi Yudha, salah satu komando kontra-insurjensi Kopassus. Ia seterusnya menjabat sebagai wakil komandan komando dan komandan komando, di bawah kepemimpinan Brigadir Jenderal Agum Gumelar dan Brigadir Jenderal Subagyo Hadi Siswoyo.
Komandan Jenderal Kopassus
Prabowo pada saat operasi di Mapenduma.
Pada bulan Desember 1995, Prabowo diangkat sebagai komandan jenderal Kopassus dengan pangkat mayor jenderal. Sebagai komandan jenderal, salah satu tugas pertama Prabowo adalah operasi pembebasan sandera Mapenduma. Kopassus, terutama Sat-81/Gultor yang pernah dipimpin langsung oleh Prabowo, memiliki pengalaman dalam menangani operasi pembebasan sandera; yang paling dikenang adalah keberhasilan menyelamatkan penumpang Garuda DC-9 Woyla di Bangkok pada 1981. Operasi ini berhasil menyelamatkan sepuluh dari dua belas orang peneliti yang tergabung dalam ekspedisi Lorentz 95 dan diculik oleh gerilyawan Organisasi Papua Merdeka (OPM). Meskipun diwarnai oleh insiden penembakan komandan Sat-81 oleh anak buahnya sendiri, namun operasi ini dianggap berhasil menyelamatkan nyawa para peneliti yang berkebangsaan Indonesia, Inggris, Belanda, dan Jerman.
Pada 26 April 1997, tim pendaki Indonesia yang terdiri atas anggota Kopassus, Wanadri, FPTI, dan Mapala UI berhasil menaklukkan puncak Gunung Everest, gunung tertinggi di dunia, dan mengibarkan bendera Merah Putih di sana. Misi ini didukung dan diprakarsai langsung oleh Prabowo sebagai komandan jenderal Kopassus.
Karier bisnis
Prabowo memiliki dan memimpin dua puluh tujuh perusahaan di Indonesia dan di luar negeri. Ia adalah Presiden dan CEO PT Tidar Kerinci Agung yang bergerak dalam bidang produksi minyak kelapa sawit, lalu PT Nusantara Energy yang bergerak dalam bidang migas, pertambangan, pertanian, kehutanan dan pulp, juga PT Jaladri Nusantara yang bergerak di bidang perikanan.
Setelah meninggalkan karier militernya, Prabowo memilih untuk mengikuti karier adiknya, Hashim Djojohadikusumo, dan menjadi pengusaha. Karier Prabowo sebagai pengusaha dimulai dengan membeli Kiani Kertas, perusahaan pengelola pabrik kertas yang berlokasi di Mangkajang, Kalimantan Timur. Sebelumnya, Kiani Kertas dimiliki oleh Bob Hasan, pengusaha yang dekat dengan Presiden Suharto. Prabowo membeli Kiani Kertas menggunakan pinjaman senilai Rp 1,8 triliun dari Bank Mandiri.