Lebih jauh lagi, pada Agustus 2024, ia diangkat menjadi Menteri ESDM, posisi yang tentu menuntut banyak waktu dan perhatian.
Hal ini menimbulkan pertanyaan besar di masyarakat mengenai bagaimana Bahlil dapat menyelesaikan program doktoral dengan cepat, sementara ia juga mengemban tanggung jawab besar sebagai pejabat negara.
Salah satu pengguna X menuliskan, “Total waktu S3: 18 bulan = 1,5 tahun. Dilakukan sambil menjabat menteri.
Masuk akal?” Parafrase dari pernyataan tersebut menyiratkan bahwa publik mempertanyakan apakah pencapaian akademis Bahlil memang realistis mengingat perannya yang sibuk di pemerintahan.
Baca juga: Menjelang Akhir Masa Jabatan, Menteri-Menteri Mulai Kosongkan Rumah Dinas
Respon dan Kritik Publik:
Reaksi publik terhadap promosi doktor Bahlil bervariasi, dengan banyak yang melontarkan kritik tajam.
Sebagian besar komentar terfokus pada seberapa masuk akal waktu yang dibutuhkan Bahlil untuk meraih gelar tersebut, mengingat beban kerja yang ia emban.
Salah satu akun di X menulis dengan nada sinis, “Ini salah satu hal yang mengganggu dalam pendidikan di Indonesia; gelar sering digunakan hanya untuk pencitraan.
Gelarnya ada, tapi ilmunya?” Ujaran ini, meski disampaikan dalam bentuk yang lebih tajam, mengindikasikan kekecewaan publik terhadap apa yang mereka anggap sebagai politisasi pendidikan.
Ada pula yang menanggapi dengan sarkasme, seperti komentar dari pengguna @bayuwidodoo yang mengatakan, “Mungkin dia sangat rajin, punya banyak waktu luang, dan dana penelitian melimpah.”