Ia menggambarkan makna di balik konsep ini sebagai simbol keanggunan dari sesuatu yang liar dan tidak teratur, seperti mawar liar yang tumbuh di alam bebas, namun tetap mempesona.
Dalam pandangannya, limbah plastik yang ia gunakan ingin menyampaikan pesan kepada masyarakat bahwa sampah bukanlah akhir, melainkan awal dari sebuah proses baru.
“Kami ingin menunjukkan bahwa sampah bisa diolah menjadi sesuatu yang bermanfaat dan menarik secara visual,” ujar Tinung.
Kolaborasi Lapas dengan Pihak Eksternal
Kristiana Hambawani, Kepala Lapas Perempuan Semarang, menjelaskan bahwa acara ini merupakan bagian dari upaya menumbuhkan kreativitas warga binaan.
Kegiatan ini juga bertujuan untuk memfasilitasi pengembangan seni di kalangan narapidana, baik dalam bidang busana maupun musik. Ia menyebutkan, meski ruang gerak warga binaan terbatas, kreativitas mereka tidak mengenal batas.
“Dalam keterbatasan ruang gerak, kreativitas tetap bisa berkembang. Kita bisa lihat betapa luar biasanya hasil karya yang mereka buat,” ujar Kristiana.
Ia juga menambahkan bahwa persiapan untuk acara ini tidak memerlukan waktu lama, yakni kurang dari satu bulan.
Ajang Kompetisi Bulu Model dan Bulu Idol
Acara ini tidak hanya menampilkan peragaan busana, tetapi juga menyelenggarakan kompetisi bernyanyi dangdut yang diberi nama “Bulu Idol.” Sebanyak 14 warga binaan berpartisipasi dalam Bulu Model, sementara 47 orang ikut serta dalam Bulu Idol.
Kegiatan ini tidak hanya menjadi ajang kompetisi, tetapi juga sarana untuk mengekspresikan diri dan bakat seni para narapidana.
Menurut Ketua Geram Jateng, Havid, ide acara ini berawal dari upaya menciptakan suasana baru di lapas. Biasanya, kegiatan yang diadakan berupa penyuluhan, namun acara kali ini difokuskan pada seni agar lebih menarik dan tidak monoton.