Hashim menyoroti bahwa para pengusaha nakal ini terus melakukan okupasi lahan tanpa mematuhi aturan perpajakan dan regulasi negara. Akibatnya, potensi penerimaan pajak dari aktivitas perkebunan tersebut tidak masuk ke kas negara.
“Para pengusaha sawit ini mendirikan perkebunan secara ilegal, dan pajak dari hasil perkebunan mereka tidak pernah dibayarkan. Ini jelas merugikan negara,” tegasnya.
Meski pemerintah telah memberikan peringatan kepada para pengusaha tersebut, tindakan nyata untuk membayar pajak yang tertunggak hingga kini belum dilakukan.
Isu Kebocoran Anggaran dalam Kampanye Prabowo
Masalah kebocoran anggaran sebenarnya sudah menjadi salah satu isu utama yang sering dibahas Prabowo Subianto, terutama sejak kampanye Pemilihan Presiden (Pilpres) 2014.
Pada saat itu, Prabowo beberapa kali menyampaikan kekhawatirannya terhadap kebocoran penerimaan negara akibat praktik-praktik ilegal dan tidak taat pajak, seperti yang ditemukan pada kasus perkebunan sawit ini.
Bahkan, Prabowo sempat dijuluki dengan sebutan “Prabocor” oleh lawan politiknya karena sering menyinggung masalah kebocoran anggaran dalam pidatonya.
Keprihatinan Prabowo terhadap kebocoran anggaran negara tersebut juga tercermin dalam salah satu strateginya untuk mengatasi masalah ini, yaitu pembentukan lembaga baru yang secara khusus menangani penerimaan negara.
Pada awalnya, Prabowo berencana membentuk Badan Penerimaan Negara, namun belakangan rencana ini berkembang menjadi gagasan untuk membentuk Kementerian Penerimaan Negara.
Strategi Penanganan Kebocoran: Kementerian Penerimaan Negara
Dalam pembicaraannya mengenai langkah-langkah konkret untuk mengatasi kebocoran pajak dan pendapatan negara, Hashim mengungkapkan bahwa Prabowo telah menyiapkan sebuah strategi besar.
Salah satu langkah utama yang akan diambil adalah pembentukan Kementerian Penerimaan Negara. Gagasan ini merupakan bagian dari program Asta Cita ke-8, yang bertujuan untuk meningkatkan efisiensi dan transparansi penerimaan negara.