Asal Usul Kata “Santri”
Kata “santri” memiliki asal-usul yang menarik. Sebagian ahli bahasa mengaitkannya dengan bahasa Sanskerta, yaitu “shastri,” yang berarti orang yang mempelajari kitab-kitab suci agama Hindu. Hal ini merujuk pada masa lalu Indonesia ketika bahasa Sanskerta digunakan sebelum Islam masuk ke wilayah ini.
Dalam perkembangannya, “shastri” diadaptasi menjadi kata “santri” yang digunakan untuk menyebut mereka yang mempelajari kitab suci Islam. Ini mencerminkan warisan sejarah yang kaya di Indonesia, di mana budaya Hindu dan Buddha juga pernah mendominasi sebelum Islam.
Menurut Nurcholish Madjid, kata “santri” juga dapat diartikan sebagai kosakata dari bahasa Jawa, yaitu “cantrik.” “Cantrik” merujuk pada orang atau murid yang selalu mengikuti gurunya. Dalam konteks ini, santri adalah orang yang tekun dalam belajar dan mengikuti ajaran agamanya.
Baca juga:Kembali Bersama di Tengah Gemuruh: Indra Bekti dan Aldila, Cerita Cinta yang Terangkai Kembali
K.H. Ahmad Muwafiq atau Gus Muwafiq juga menjelaskan bahwa “santri” adalah kosakata dari bahasa Nusantara, bukan bahasa Arab. Bahasa Arab memiliki kata “tilmidzun” atau “muridun” yang berarti orang yang belajar. Oleh karena itu, istilah “santri” tidak dapat diterjemahkan seperti kalimat-kalimat bahasa Arab dalam ilmu nahwu-shorof.
Kesimpulannya, santri adalah sosok yang mendalami agama Islam dengan sungguh-sungguh dan menjalani kehidupan sehari-hari sesuai dengan ajaran agama. Mereka memiliki peran penting dalam sejarah Indonesia, terutama dalam perjuangan melawan penjajah, dan komitmen mereka terhadap nasionalisme tetap kuat hingga saat ini. Istilah “santri” memiliki akar budaya yang dalam dan mencerminkan sejarah yang kaya di Indonesia.