Aksi anak tersebut sangat kasar. Ia mencekik dan menjambak rambut kekasih ayahnya, menyeretnya, serta memberikan tamparan, pukulan, dan tendangan di berbagai bagian tubuh korban. Sembari melakukan tindakan kekerasan tersebut, ia berteriak dengan marah, “Orang tuaku bercerai. Itu semua karena kamu!”
Wanita yang menjadi “orang ketiga” tampak sangat tersiksa dan takut. Namun, ia tidak berani melawan atau merespons secara agresif. Ia hanya bisa memegangi kepalanya, berusaha melindungi diri, dan sesekali mencoba mendorong sang anak agar menjauh, meskipun ia sangat lemah dan kewalahan.
Baca juga:Guru Akbar Sarosa: 50 Juta atau Penjara, Gegara Menghukum Murid yang Tidak Sholat Jamaah
Sejumlah besar orang berhenti dan menyaksikan tindakan brutal anak tersebut, namun tidak ada yang berani menghentikannya. Mungkin karena takut atau tidak ingin terlibat dalam masalah tersebut, atau mungkin karena mereka merasa bahwa “orang ketiga” pantas mendapatkan hukuman.
Polisi akhirnya tiba di lokasi kejadian setelah menerima laporan, dan mereka segera menghentikan aksi brutal sang anak laki-laki. Setelah diinterogasi oleh polisi, sang anak menjelaskan, “Mereka yang mengganggu pernikahan orang lain dan menyebabkan keluarga orang lain hancur, pantas mendapatkan ini.”
Reaksi masyarakat terhadap kejadian ini sangat bervariasi. Sebagian besar orang merasa simpati pada anak tersebut dan menganggap tindakannya sebagai upaya melindungi integritas keluarga. Ada yang berpendapat bahwa “menikah adalah pertaruhan, dan tidak semua orang beruntung.” Meskipun demikian, anak ini dianggap sebagai pahlawan yang bertindak atas kekesalannya.